Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TAWA MEREKA DISANA

By : Buronk (si) Tangan Tuhan, 2011
Dalam kata yang menelusuri jejak-jejak sejarah
Dan keping-keping cerita yang tertinggal
Dalam setiap langkah terkuak satu persatu sejarah, tentang bumi
Hutan-hutan diratakan di atas semangat eksploitasi dan bukan keselarasan
Hingga nampak wajah bumi yang dingin dan kejam
Membuat terik matahari merentang masa
Memapar bumi yang tersiksa ulah manusia
Diam tanpa daya terjamah tangan-tangan tak bernorma
Panas memanggang kepala serta melihat manusia
Berebut tulang, seperti anjing
Kemakmuran hanyalah milik mereka
Yang diam di gedung-gedung menara
Dan sisa-sisa hanya untuk mereka yang di pinggir kali
Semua orang berputar dalam arus kuat perburuan
Bagai laba-laba lepas dari jaringnya
Memakan atau dimakan
Sejenak kita melihat jalanan yang gelap dan pengap
Debu-debu mengotori wajah
Gumpalan mengepul dimana-mana hingga suhu bumi terus meningkat
Melubangi lapisan ozon
Tak ada lagi udara segar yang bebas polutan
Limbah kimia berbahaya cemari air yang meengaliri ribuan hektar sawah
Merusak harmonisasi ekosistem air
Wahai pemilik tangan-tangan nakal
Tidaklah mendengan jeritan alam
Tidaklah kau melihat bencana tiada henti menimpa
Kau hanya mendengar suara-suara yang sulit dimengerti
Jutaan manusia kehilangan tempat tinggal
Jutaan satwa kehilangan habitat
Dimana lagi kita akan berpijak
Mencari kehidupan baru di planet lain?
Seperti negara adidaya yang sedang mengeksplorasi mars dan bulan
Atau tetap tinggal di tempat yang tiada henti kau rusak
Dimana hati nuranimu kau simpan?
Selalu kau menyumpahkan suaramu
“kehidupanku adalah kematian jiwamu”
Tidak ingatkah bahwa kau adalah khalifah
Dimuka bumi yang kau tempati ?
Bukan mesin rusak yang dipenuhi ambisi
Bukan pula robot penghancur yang tiada berhati
Wahai pemilik tangan-tangan nakal
Tiada pernahkah kau berfikir
Mengembalikan semua yang pernah kau ambil
Huutan lebat yang menghijau
Air sungai yang tiada tercemar
Dan udara yang bebas polutan
Karena dibumiini juga kau tinggal
Kaupun selalu berucap :
“kehidupanku adalah kematian jiwamu”